Oleh: Eko David Syifaur Rohman

(Guru di MBI Amanatul Ummah Pusat Pacet Mojokerto)

Sekolah sebagai lembaga Pendidikan formal yang memberikan banyak ekspektasi orangtua dengan berbagai harapan mulia. Sekolah sebagai lembaga Pendidikan yang ada di tanah air kehadirannya ditunggu serta diimpikan banyak kalangan orangtua, bahkan tidak sedikit yang berjuang habis-habisan untuk anaknya agar bisa menginjakkan kaki di Gedung sekolah. Sekolah menjadi tempat belajar generasi bangsa dengan tujuan memberi perubahan dalam diri baik sikap maupun tingkah laku atau dengan adanya belajar di sekolah mengubah kebiasaan negatif ke arah positif serta meningkatkan skill kompetensi maupun menambah pengetahuan dalam berbagai ilmu sesuai yang ditekuninya.

Novita dalam The Role Of School Culture mengurai bahwa sekolah merupakan institusi Pendidikan yang menjadi wadah berlangsungnya proses pendidikan, memiliki sistem yang kompleks serta dinamis dalam menyikapi perkembangan masyarakat yang semakin maju. Sekolah disamping sebagai lembaga Pendidikan juga sebagai pusat pendidikan formal lahir serta berkembang dari pemikiran bahwa pendidikan diprioritaskan kepada warga masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dalam keteranganya, sekolah harus mampu bersikap antisipatif dalam proses pertumbuhan dari masa sekarang menuju masa depan dengan nilai-nilai, visi, misi dan strategi serta program yang jelas. Oleh sebab itu, sekolah tidak boleh kaku, keras dan eksklusif terhadap fenomena zaman sekarang yang sarat dengan optimalisasi teknologi di bidang Pendidikan bahkan media pembelajaran dengan aplikasi pembelajaran menjadi sebuah keniscayaan.

Disamping bersikap adiptif, sekolah juga mempunyai peran ganda yaitu optimalisasi sistem sosial yang berlaku antar sesama. Dalam ruang lingkup sekolah, peserta didik diajari secara tidak langsung bagaimana hidup berdampingan dengan kelompok, budaya dan sistem yang mengikat. Bahkan menurut Alvin L Betrand dalam buku Basic Sosiology; An Introduction To Theory And Method menyatakan bahwa dalam sistem sosial di sekolah terjadi interaksi simbolik antar satu dua orang dengan tujuan yang berbeda serta memiliki struktur, simbol dan harapan harapan kolektif-kolegial yang difahaminya untuk tujuan prestisius.

Oleh sebab itu, Peran sekolah sangat variatif tergantung bagaimana sikap dan cara pandang kita melihat sekolah. Sekolah sebagai salah satu pilar dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari esensi Pendidikan, yaitu memanusiakan manusia. Bahkan, UNESCO merancang dengan memberikan 3 pilar Pendidikan di abad 21. Diantaranya adalah learning to know, learning to do, learning to live together dan learning to be. Keempat poin penting ini akan selaras dengan prinsip dan amanah UU No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajukan bangsa serta sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.

Dari sekian banyak tujuan fundamental tentang sekolah dengan berbagai sudut pandangnya, maka tidak salah ketika puncak Pendidikan di jenjang sekolah menurut saya adalah memanusiakan manusia sebagaimana hukum awalnya. Artinya, sekolah menjadi media pembelajaran akademis, non akademis serta kehidupan untuk memahami bagaimana aksentuasi hidup-kehidupan bermasyarakat. Lebih jauh lagi, sekolah setidaknya dapat menanamkan sebuah spirit baru bagi tumbuh-kembangnya keinginan dan kehendak anak didik agar menjadi manusia manusia independent dan selalu mengedepankan harapan besar menuju kedewasaan dan kemandirian hidup yang akan dijalani oleh sebagaian besar dari mereka.

Sadar betapa pentingnya sekolah, maka peserta didik harus mampu belajar bagaimana cara menghargai bagaimana manusia seutuhnya, mampu memahami sebuah perbedaan perspektoif, menghargai sebuah pendapat bahkan di tingkatan paling tinggi, yaitu menghormati manusia tanpa memandang asesoris SARA. Inilah menurut saya poin penting eksistensi Pendidikan melalui jalan sekolah.

Memanusiakan manusia berarti menganggap manusia sebagai pribadi yang humanis, pribadi yang dengan hadirnya memberikan kemanfaat terhadap sekitar. Pendidikan humanistik menekankan pada keinginan mewujudkan lingkungan belajar yang menjadikan peserta didik terbebas dari kompetisi yang hebat, kedisiplinan tinggi dan ketakutan gagal. Ini jelas sangat bersebrangan dengan sekolah pada umumnya yang masih menekankan pada aspek kedisiplinan menjadi salah satu indikator sukses dalam belajar dengan berbagai penekanan yang ada.

Nah, muncul deh pertanyaan lucu nan lugu. Apa korelasi sekolah dengan Pendidikan humanistik ? bukankah Pendidikan humanistik sungguh berat jika dijelaskan secara rigid kepada anak usia 17 tahun ? mengapa harus humanistik, tidak konstruktifisme, bukan kognitifisme atau progresifisme seperti yang ada dalam teori teori pedagogik itu ? hehe.

Pendidikan humanistik di sekolah atau sekolah dan Pendidikan humanistik menurut saya sangat penting dijelaskan bahkan diurai dengan baik dengan gaya yang sederhana baik Bahasa maupun tulisan. Salah satu faktor kenapa saya menulis tema demikian adalah di sekolah banyak kasus bullying, pertengkaran, tawuran, bahkan pergaulan hampir bebas tanpa mengenal norma maupun nilai dari Pendidikan. Bahkan, sungguh amat disesalkan, tidak saling menghargai dengan yang lainnya dengan dalih status sosial orangtuanya. Di sisi lain, peserta didik yang ada di jenjang sekolah merupakan generasi emas yang siap diberi materi yang sesuai dengan tantangan dan dinamika zaman. Di tangan mereka, masa depan sekolah dan lembaga Pendidikan bertumpu.

Pendidikan humanistik, menurut Abd Qodir dalam teori belajar humanistic dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, menjelaskan bahwa di sekolah mengandung beberapa prinsip utama khususnya untuk para pendidik. Pertama, siswa harus dapat memilih yang mereka pelajari. Pendidik humanistik menyakini bahwa siswa akan termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika bersinggungan dengan kebutuhan maupun keinginannya. Kedua, tujuan Pendidikan yang diimplementasikan harus mendorong keinginan siswa untuk belajar-mengajar tentang bagaimana cara belajar yang baik. Siswa harus termotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri. Ketiga,  pendidik humanistik percaya bahwa nilai tidak relevan dan hanya evaluasi belajar diri yang bermakna menjadi metode esensial. Keempat, pendidik humanistic percaya betul bahwa baik perasaan maupun pengetahuan sangat penting dalam sebuah proses belajar dan tidak memisahkan aspek kognitif dan afektif. Kelima, pendidik humanistik menekankan pentingnya siswa terhindar dari tekanan lingkungan sehingga mereka akan merasa aman, nyaman untuk belajar. Dari rasa aman-nyaman tersebut, memberikan stimulus tentang belajar yang bermakna.

Oleh karenanya, Pendidikan humanistik di harapakan mampu menjadi salah satu landasan teoritis dalam merumuskan bagaimana sekolah maupun madrasah di Indonesia berjibaku dengan spirit baru untuk merasa tenang, nyaman dan bergembira dalam belajar di sekolah. Sekolah yang asyik tanpa dilingkari berbagai tekanan yang menumpulkan kreatifitas dan bakat terpendam dari peserta didik. Solusinya adalah menerapkan prinsip humanistik di lingkup sekolah untuk pendidikan yang lebih baik. Wallahu A’lam

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *